Jika kita membaca cerita silat karangan Kho Ping Ho, Bastian Tito atau yang lainnya terasa benar bahwa terjadi demam mendendam. Kejahatan yang dilakukan oleh seseorang akan dibalas dengan kejahatan pula. Seseorang yang sakit hati akan berusaha membalas sakit hatinya. Kejahatan bukan saja dibalas dengan kejahatan yang sebanding, bahkan mereka membalasnya dengan kejahatan yang lebih jahat. Istilahnya kejahatan dibalas dengan kejahatan plus bunga sebanyak-banyaknya. Bahkan dalam cerita tersebut sering terjadi kebaikan dibalas dengan kejahatan. Orang-orang yang berbuat baik justru dimanfaatkan oleh orang jahat untuk mencapai tujuan mereka yang jahat. Diceritakan banyak orang jahat yang hidup bergelimpang kemewahan, tetapi banyak pula orang baik yang hidup sangat kekurangan. Banyak sekali contoh-contoh di dalam cerita itu yang menggambarkan betapa dunia penuh dengan ketidakadilan. Bahkan dikemukakan di dalam cerita itu bahwa seorang anak dianggap berbakti kepada orang tuanya jika ia memenuhi amanat orang tuanya meskipun amanat itu salah.
Adakah hal-hal tersebut di atas terjadi di dunia nyata? Ataukah hanya imajinasi para pengarang yang begitu tajam? Tidak! Jika kita amati di dunia nyata, kejadian yang digambarkan di dalam cerita itu benar-benar mewakili apa yang terjadi dalam dunia nyata. Yang berkuasa sering berbuat sewenang-wenang. Banyak orang yang sebenarnya jahat — misalnya koruptor — hidup bermewah-mewah bebas dari jeratan hukum. Hukum tidak ditegakkan. Hukum bahkan dijadikan bahan permainan yang mengasyikkan. Banyak orang jahat yang berkeliaran bebas, tetapi banyak orang baik yang harus mendekam di penjara. Kebaikkan seseorang dianggap sebagai kelemahan dan kemudian dimanfaatkan oleh mereka untuk mencapai tujuan mereka. Kebaikan tidak dibalas dengan kebaikan. Kejahatan dibalas dengan kejahatan yang lebih jahat.
Lalu bagaimana mungkin kejahatan dibalas dengan kebaikan? Adakah contoh nyata? Sesungguhnya ajaran tentang hal ini merupakan ajaran yang universal sifatnya. Agama Islam mengajarkan demikian pula. Jika kita pelajari riwayat Rasullullah akan anda lihat contoh prakteknya. Salah satu contohnya, beliau tidak pernah mendendam kepada yang mengejeknya. Pada suatu ketika, ada seorang Yahudi yang selalu mengejek beliau. Jika Rasullullah menghendaki maka ia tinggal memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghukum orang Yahudi itu. Suatu saat orang itu sakit dan apa yang dilakukan oleh Rasul. Beliau mengunjunginya. Memberi semangat agar tidak putus asa. Orang Yahudi terharu dan akhirnya masuk Islam. Contoh lain, ketika Rasul berda’wah bukan kebaikan yang beliau peroleh tetapi cacian, cemoohan dan bahkan ada yang melempar kotoran kepada beliau. Turunlah malaikat Jibril dan bertanya apakah beliau ingin melenyapkan mereka? Rasul menjawab tidak, dan bahkan beliau mendoakan kepada mereka agar mereka dibukakan pintu hidayah. Ketika Rasul menguasai Mekah, beliau tidak mendendam kepada mereka, bahkan mereka diberi kesempatan untuk memilih masuk Islam atau tetap kafir. Apapun keputusan mereka beliau tidak melakukan apa-apa terhadap mereka yang memilih tetap kafir. Yah, inilah contoh-contoh nyata bagaimana kejahatan dibalas dengan kebaikan.
Apa hikmahnya? Dengan membalas kejahatan dengan kebaikan banyak manfaat yang dapat kita peroleh, antara lain: 1) orang menjadi melembut hatinya. Mereka tidak akan membenci kita. Mereka akan berusaha memberikan kebaikan kepada anda; 2) orang menjadi simpatik kepada anda; 3) orang akan mengenang perilaku anda sepanjang dunia ini masih terbentang; 4) anda akan mendapat pahala dan kebaikan dari Allah dengan berlipat-lipat; 5) jika ini telah menjadi budaya di masyarakat maka akan dicapai masyarakat yang aman sentosa sebagaimana yang selalu dicita-citakan oleh bangsa Indonesia; 6) hukum akan ditegakkan, karena tidak ada seorangpun yang ingin membalas dendam membabi buta. Semuanya akan diserahkan kepada proses hukum yang berlaku. Ya, jika budaya seperti tersebut diatas sudah membudaya, bagaimana mungkin seseorang akan membalas kebaikan orang lain dengan kejahatan? Ya, tidak mungkin!; 7) kejahatan yang sekarang merajalela seperti pembunuhan, perkosaan, korupsi, narkoba dll. akan jauh berkurang. Orang tidak jadi korupsi misalnya, karena ia ingat bahwa itu merugikan rakyat bukan karena takut terhadap penjara. Masih banyak lagi hikmah yang dapat dipetik oleh kita jika kita bersedia membalas kejahatan dengan kebaikan.
Akan tetapi, ada kalanya kejahatan harus dibalas dengan kejahatan yang sepadan. Hal ini bukan karena ada unsur dendam di dalamnya, tetapi hal ini dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada mereka yang berbuat jahat. Orang yang mencuri dihukum bukan karena dendam tetapi untuk memberi pelajaran kepada pencuri agar dikemudian hari tidak mencuri lagi. Namun, bagaimana dengan orang yang mencuri karena lapar? Apakah ia juga tetap harus dihukum? Perbuatan mencuri karena lapar tidak dapat dijadikan alasan. Namun, yang juga perlu dikaji adalah mengapa ia lapar. Ajaran Islam dengan tegas menyatakan tidaklah beriman seseorang jika tetangganya ada yang lapar sementara ia bergelimang kemewahan. Jelas ada tanggungjawab bagi mereka yang kaya untuk membantu yang miskin. jadi, jika dikaji lebih dalam masyarakat sebenarnya mempunyai tanggungjawab untuk mengatasi kemiskinan. Karena masyarakat itu terdiri atas individu-individu, maka individu-individu yang kaya mempunyai kewajiban untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah masing-masing. Oleh karena secara individu hal ini mungkin kurang bisa dilaksanakan dengan optimal, maka harus ada lembaga yang mengkoordinasi hal ini. Memang, di masyarakat telah ada lembaga-lembaga seperti itu seperti Basiz yang mengelola zakat, shodakoh dan infak serta lainnya dan kemudian menyalurkan kepada yang berhak.
Ya, memang berat untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Tapi yakinlah bahwa itu yang terbaik bagi kita. Dengan cara ini, kita sebenarnya telah mampu melawan kejahatan di dalam diri sendiri. Rasul pernah bersabda ketika beliau baru berperang yaitu perang Badar, bahwa beliau dan para sahabatnya baru melewati perang yang kecil. Para sahabatnya sangat heran, padahal perang Badar adalah perang yang dahyat, dimana kaum muslimin berjumlah jauh lebih sedikit dari kaum kafirin. Rasul menjelaskan bahwa perang yang besar adalah perang melawan hawa nafsu — yang jahat — yang ada dalam diri sendiri. Ya, perang Badar hanya sekali, tetapi perang dengan diri sendiri? Wah, dilakukan setiap saat. Jika kita lengah maka kita akan digempur oleh lawan kita, yaitu nafsu yang jahat dan setan, dan kita menjadi kalah dunia dan akherat.
No comments :
Post a Comment