Mungkin, suatu saat Anda ingin singgah di rumah mungil itu, tentu saja bila tuan rumah mengizinkannya, beberapa saat setelah shalat Ashar. Di sana, sejauh ini, ada pemandangan yang sangat mengesankan di waktu-waktu seperti itu. Pemandangan yang, insyaallah dirindukan oleh mayoritas suami. Siapa tahu bisa menjadi bahan diskusi dengan istri di rumah karena Anda terinspirasi olehnya.
Sebutlah namanya Arini, atau apapun karena nama menjadi tidak penting disini. Seorang ibu rumah tangga sederhana yang istimewa karena telah memesonakan saya atas apa yang dilakukannya. Seorang ratu keluarga yang ingin semua pekerjaan rumah tangganya sudah selesai dikerjakan, bahkan hidangan untuk makan malam nanti, sebelum suami menginjakkan kaki di pintu rumah.
Maka Arini, harus pintar-pintar memenej waktu untuk keinginan sederhananya yang luar biasa itu. Bagaimana mengatur rumah, menyelesaikan tetek bengeknya, memandikan si kecil, hingga membersihkan diri dan menyiapkan hidangan makan malam. Pokoknya dia ingin semuanya beres dan rapi secepat mungkin. Dan hal itu, kini, sudah menjadi kebiasaannya.
Sejak awal pernikahannya, Arini memang telah membiasakan diri untuk menuntaskan pekerjaan domestiknya, sebelum suami tiba di rumah. Dan dia telah berusaha keras untuk memiliki kebiasaan baik ini, meski seringkali tidak mudah. Alhamdulillah, sekarang mulai terasa buahnya. Meski pada praktiknya nyaris mustahil, paling tidak Arini bisa menerapkan prinsip prioritas, sehingga hal-hal yang urgen bisa didahulukan pengerjaannya.
Sebenarnya, ada sebuah rahasia sederhana di balik sikap Arini yang, bagi sebagian orang, termasuk para perempuan sendiri, terlihat ekstrim itu. Arini hanya ingin memiliki waktu berdua sebanyak mungkin bersama suami dengan kualitas terbaik. berbicara dari hati ke hati tanpa gangguan yang berarti.
Arini sangat memahami bahwa pernikahan bukanlah pekerjaan main-main. Sebuah pertaruhan masa depan yang menentukan kualitas hidup sesungguhnya. Ekstrimnya, kenyamanan dan kesengsaraan dalam menjalani hidup, atau kehidupan akan berasa surga atau neraka, sangat dipengaruhi oleh kualitas pernikahan. Oleh bagaimana kita menjalaninya hari demi hari.
Jauh sebelum menikah, Arini sudah mengamati banyak keluarga yang tidak nyaman menjalani kehidupan berkeluarga, meski di kalangan para aktivis dakwah sekalipun. Sementara masalah yang menghadang datang silih berganti, nyaris tanpa henti. Dengan kerumitan yang semakin bertambah dan bidang yang semakin kompleks. Belum lagi beban pekerjaan rutin harian yang senantiasa berulang dan berpotensi membuat jenuh. Hidup yang sulit sebab terhimpit dilema yang rumit. Bertahan bukanlah hal nyaman dilakukan, sedangkan berhenti terlalu banyak hal yang harus dikorbankan.
Menurut Arini, ada hal-hal yang bisa membuatnya nyaman jika hal itu terjadi pada dirinya. Selain visi pernikahan yang jelas, pilihan pasangan yang pas, juga komunikasi yang intens di antara anggota keluarga. Arini menyebutnya sebagai minyak pada roda. Tampak sepele dan sederhana namun sangat besar manfaatnya.
Semua itu akan mudah dilakukan, bahkan dijadikan kebiasaan jika masing-masing pihak menyadari pentingnya komunikasi dan menjalaninya dengan ringan hati. Hal yang tentu saja membutuhkan kelapangan dada dan ketenangan pikir, agar berjalan dengan lancar dan berkualitas.
Kini, itulah yang diinginkan Arini; memiliki kebersamaan yang menyenangkan, sebanyak dan sesering mungkin, dengan suami tercinta. Kebersamaan berkualitas tinggi yang dirindukannya terjadi setiap hari.Kebersamaan yang diharapkannya menjadi one stop solving atas semua keinginannya tentang pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Tempat dimana dia bermanja-manja melabuhkan rasa, mengutarakan keinginan dan harapan, menyampaikan perasaan, saling mendengarkan keluhan, mengurai persoalan, memaknakan perjalanan, dan meneguhkan ketakwaan. Ringkasnya, Arini ingin mengisi hari-harinya dengan ringan dan ceria, nyaman dan menyenangkan, selalu memiliki cukup energi untuk memberikan hal terbaik yang dia bisa.
Dalam hal ini, adakah yang lebih baik daripada dua pribadi yang menyatu, suami istri yang saling berbagi dan saling memberikan dukungan, dalam suka dan duka? Alangkah ringannya kaki melangkah, alangkah indahnya menjalani hari-hari! Dan alangkah banyaknya yang tidak mengerti sehingga melupakan momen-momen seperti ini.
Karena itulah Arini tidak ingin menambah beban suaminya yang sudah sangat berat di luar sana. Kondisi rumah yang kacau dan banyaknya pekerjaan yang belum selesai, alih-alih membuat para suami lapang dada membantu, yang ada malah membuat para suami bertambah emosi. Bukankah para suami itu ingin meletakkan semua penat, beristirahat dengan nyaman dan memulihkan energi untuk esok hari? Hal sama yang sebenarnya diinginkan oleh para istri.
Sungguh, pada Arini saya memperoleh inspirasi. Bahwa masing-masing dari suami dan istri menjalani perannya sendiri-sendiri. Masing-masing harusnya saling memahami dan mengerti bahwa saat bertemu adalah saat istimewa yang harus dinikmati. Bukan mengeluh karena merasa paling penting dan paling berat menjalani perannya, apalagi tidak peduli. Kini, siapa yang ingin memaknai kebersamaan dengan pasangannya sebagai saat-saat indah yang harus dijalani bersama, setiap hari?