Oleh Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
Qurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu.
[1]. Hewan qurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
[2]. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
[2]. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
- Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
- Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
- Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
- Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
[3]. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa
yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Buta sebelah yang jelas/tampak
- Sakit yang jelas.
- Pincang yang jelas
- Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas
dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berqurban
dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus,
ataupun lumpuh.
[4]. Hewan qurban tersebut milik orang yang berqurban atau
diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berqurban dengannya. Maka tidak
sah berqurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan
tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman
serikatnya tersebut.
[5]. Tidak ada hubungan dengan hakl orang lain. Maka tidak sah
berqurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di
bagi.
[6]. Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah
[6]. Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah
[Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, Badaa’I’ush Shana’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).
[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi
Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin
Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_________
Foote Note
[1]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).
_________
Foote Note
[1]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).