Bertandang
bulan Ramadan di Rusia, tidak afdol bila tidak berkunjung ke masjid
biru Soekarno di St. Petersburg. Mampirlah walau hanya untuk salat
sunat. Berjarak sekitar 900 km dari Moskwa, semua kelelahan dijamin akan
terbayar. Selain beribadah, sebuah pelajaran besar telah ditorehkan:
Indonesia pernah disegani oleh negara adidaya Uni Soviet.
Kini semua umat Islam di St. Petersburg sangat berterima kasih kepada almarhum Soekarno.
Siapa yang tidak kenal St. Petersburg
atau Leningrad? Sebuah kota yang dibangun oleh Peter the Great, atau
raja Peter I. Lanskap kotanya tidak beda dengan kota-kota besar di Eropa
Barat, seperti Amsterdam, Berlin ataupun London. Letaknya di pinggiran
Sungai Neva dan ratusan kanal di dalamnya menjadikan kota ini sebagai
Venesia Rusia. Bangunannya, alamak sama modelnya dengan yang ada di
belahan Eropa, bertipe barok. Ada museum Hermitage yang lebih lengkap
dari Musee de Louvre di Paris. Ada juga istana musim panas Petergof,
nangkring di bibir laut Baltik. Manusianya, hmmmm… sangat friendly dengan turis.
Nah, diantara puluhan tempat wisata yang
top markotop, di dekat bantaran Sungai Neva terdapat sebuah masjid yang
kubahnya berwana biru. Tatkala pelancong ikut cruise kapal menyusuri
Sungai Neva, menaranya yang menjulang terlihat dengan jelas. Menggapai
langit biru sambil melambaikan tangan ke arah Anda. Manakala didekati,
oh kecantikannya makin nyata. Bagaikan seorang ratu belia yang
dikelilingi gadis cantik.
Jangan lupa, ketika mau masuk masjid,
ucapkan salam sambil perkenalkan bahwa Anda berasal dari Indonesia. Bila
tidak dimengerti penjaga, katakan Anda dari Jakarta. Dan bila masih ada
kesulitan, jangan segan-segan menggunakan password paling mujarab:
Presiden Soekarno! Dijamin, petugas akan langsung mempersilakan Anda
menikmati semua isi masjid sepuasnya karena Anda dianggap Soekarno
Kecil.
Memasuki masjid ini terasa sejuk di hati
dan seolah berada di suatu tempat yang akrab dengan diri kita; tempat
bersujud. Di atas pintu masuknya, sebuah kaligrafi berukuran sedang
memberikan perintah berdasarkan ayat Tuhan: ‘Masuklah dengan damai dan
aman.’ Setelah melewati ruang penerimaan, kita akan langsung masuk ke
dalam masjid lantai pertama yang mampu menampung lebih dari dua ribuan
jamaah. Kubah yang dari luar berwana biru, didalamnya terdapat ukiran
dan lukisan yang terpengaruh oleh budaya arab dan menggantung di
tengah-tengahnya lampu bulat besar bertatahkan kaligrafi buatan Rusia
dengan berat lebih dari 2 ton.
Dari kejauhan terlihat mihrab yang agung
berwarna biru terbuat dari ribuah marmer yang didisain khusus. Di
tengah-tengahnya terdapat siluet berupa kaligrafi yang menegaskan
pesan-pesan Tuhan tentang kebaikan dan kebijakan yang harus dianut oleh
umatnya. Di sampingnya, terdapat mimbar khutbah dengan tangganya yang
tinggi terbuat dari kayu yang sangat terawat. Pada saat khatib naik
mimbar, ia akan memegang tongkat yang merupakan pengganti tombak pada
jaman para sahabat nabi.
Lantai dua dan tiga dipakai untuk shalat
jamaah wanita, sehingga tidak perlu sekat seperti yang ada di beberapa
masjid. Uniknya, untuk bisa mengikuti shalat berjamaah, para wanita
hanya bisa melihat ke imam melalui dua cendera yang telah disiapkan.
Melihat modelnya, jendela ini pastilah model jendela Mesir.
Pilar-pilar besar penyangga kubah dan
lantai dua dan tiga dihiasi dengan aneka lukisan bunga yang lebih mirip
budaya Rusia bagian Selatan. Pembagian ruangan yang lega serta
kebersihannya yang terjaga membuat para jamaah betah berzikir di
dalamnya. Di bulan Ramadhan tahun ini, jamaah shalat tarawih tidak
terlalu banyak atau hanya sekitar 300-an orang. Ini disebabkan puasa
jatuh pada musim panas sehingga shalat tarawih dilakukan hampir tengah
malam sehingga banyak jamaah kesulitan mendapatkan transportasi umum
pada saat pulang ke rumah.
Ada juga kaligrafi terbuat dari kayu
berukuran sekitar satu kali dua meter yang terpajang di samping ruang
imam sholat. Tembakan dua lampu dari samping dan atas memberikan nuansa
tersendiri atas tatahan indah surah al-Fatihah yang berada di
tengah-tengah ukiran model Bali. ‘Yang satu ini memang hadiah dari
Presiden Megawati Soekarnoputri, sedangkan yang satunya dari mantan
Wapres Jusuf Kalla,’ ujar sang Mufti Petersburg dengan bangga.
Soekarno Sang Pahlawan
Di negeri komunis Uni Soviet, nama
Soekarno memang sangat moncer. Bukan hanya dianggap sebagai teman dalam
Perang Dingin melawan poros Barat, namun juga sebagai presiden muslim
yang memberikan “berkah” sebagian muslim di negeri palu arit. Sejak
kunjungannya bersama Megawati Soekarno Putri, Soekarno menjadi pahlawan
bagi umat Islam St. Petersburg hingga kini.
Konon, suatu siang di tahun 1955, mobil
Mercedes warna hitam itu melewati sebuah jalan di dekat pantai St.
Petersburg, kota bagian barat dari negeri Uni Soviet. Di dalamnya ada
pria ganteng, berbadan kekar dengan kacamata hitam. Lelaki tegap penuh
pendirian yang datang atas undangan salah satu penguasa dunia tersebut
bernama Soekarno, Presiden Republik Indonesia.
Kala itu, Soekarno sedang menikmati
indahnya kota St. Petersburg (Leningrad) yang didirikan oleh Peter the
Great pada abad 17. Kota yang senantiasa menjadi rebutan banyak negara
dalam berbagai masa itu memang sangat cantik, berarsitektur ala Eropa
Barat dan terletak di delta Sungai Neva. Kota ini pernah menjadi ibukota
kekaisaran Rusia selama dua ratus tahun. Disini pula berdiri
istana-istana terkenal, seperti istana musim panas Peterhof, istana
musim dingin Hermitage, benteng Peter and Paul, Gereja Berdarah, Nevsky
Prospect serta aneka kanal yang selalu dihiasi kapal berbagai ukuran.
Dari dalam mobil itu, Soekarno
sekelebatan melihat sebuah bangunan yang unik dan tidak ada duanya.
Sopir diminta untuk kembali memutar jalan untuk melihat bangunan
tersebut, namun bergeming. Tidak ada perintah untuk memutar apalagi
berhenti. Pada zaman itu, di bawah pemerintahan komunis nyaris tidak ada
kekuasaan dan kesempatan berdiskusi yang diberikan kepada seorang
sopir.
“Bangunan apa tadi itu,” tanya sang Presiden.
“Itu dulunya sebuah masjid,” jawab sang pengemudi.
“Kalau dulu masjid, sekarang digunakan untuk apa?”
“Oh… hampir semua gereja dan masjid saat ini menjadi gudang atau semacamnya,” sahut sopir.
Pembicaraan sekilas tadi membuat
Presiden Indonesia itu tidak nyenyak tidurnya. Ia terngiang-ngiang
gedung berkubah biru dengan arsitek Asia tengah itu. Dindingnya sekilas
terbuat dari batu yang dibuat secara khusus, dua menaranya menjulang
tinggi bersaing dengan beberapa gereja yang tidak jauh dari situ
sedangkan pelatarannya cukup luas. Dalam taksiran Soekarno, bangunan
yang disebut masjid itu pastilah mampu menampung lebih dari 3.000 muslim
bersembahyang berjamaah.
Dalam suatu jamuan makan, Soekarno
melontarkan permintaan agar pada hari berikutnya diatur suatu kunjungan
ke masjid yang dilihatnya. Namun aturan protokoler tidak memungkinkan
karena acara yang disusun sudah sangat padat.
Dalam cerita lainnya, Soekarno akhirnya
bisa masuk bangunan yang berisi barang rongsokan tersebut. Kumuh, tak
terawat dan banyak tikusnya. Waktu itu, sang presiden cukup lama melihat
dan menikmati arsitektur bangunan dan bisa jadi pikirannya
melayang-layang kesana kemari. Maklumlah, ia seorang arsitek dan juga
pemeluk agama Islam.
Setelah dua hari menikmati keindahan
kota St. Petersburg yang saat itu masih bernama Leningrad, Soekarno
terbang ke Moskwa untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi guna
membahas masa depan kerja sama bilateral dan berbagai posisi kunci dalam
Perang Dingin yang terus memuncak dengan Presiden Nikita Sergevic
Khrushev (1894-1971). Kehangatan kedua pemerintahan memang sedang
mencapai titik kulminasi, antara lain dengan pengiriman ribuan mahasiswa
Indonesia yang kemudian dikenal dengan mahasiswa ikatan dinas (Mahid).
Dalam bincang-bincang di istana Kremlin
itu sempat tersiar kabar suatu pembicaraan yang unik diantara kedua
pemimpin bangsa. Bisa ditebak, sang pengundang menginginkan agar
Presiden Soekarno dapat menikmati liburannya di Leningrad bersama salah
satu putrinya. Apalagi berbagai fasilitas papan atas telah disiapkan.
“Bagaimana kunjungan ke Leningrad tuan Presiden. Tentu sangat menyenangkan, bukan?” tanya Presiden Uni Soviet berbasa-basi.
Diluar dugaan Soekarno memberikan jawaban yang mengagetkan. “Rasanya saya belum pernah ke Leningrad,” ujarnya tanpa ekspresi.
“Tuan Presiden memang pandai bertutur.
Ada apa yang salah dengan Leningrad. Bukannya kemarin dua hari
berjalan-jalan dengan sang putri di sana?” sergah rekannya dari Rusia
“Ya. Kami memang berada disana, tapi kami belum kesana,” sambut Soekarno dingin.
“Kenapa begitu?” tanya Khrushev.
“Itu terjadi karena saya sebagai muslim sangat sedih melihat masjid biru dipusokan,” jawab Soekarno.
Kunjungan ke Rusia berjalan lancar dan
seolah tidak pernah ada apa pun yang terkait dengan masalah agama
ataupun masjid. Soekarno juga tidak banyak membicarakan lagi tentang
masjid yang pernah dilihatnya di kota terindah di Uni Soviet tersebut.
Meskipun begitu, diam-diam banyak kalangan muslim memasang kuping atas
berbagai kejadian yang dialami oleh tamu kehormatan dari Indonesia
tersebut.
Seminggu setelah kunjungan usai. Sebuah
kabar gembira datang dari pusat kekuasaan, Kremlin di Moskwa. Seorang
petinggi pemerintah setempat mengabarkan bahwa satu-satunya masjid di
Leningrad yang telah menjadi gudang pasca revolusi Bolshevic tersebut
bisa dibuka lagi untuk beribadah umat Islam, tanpa persyaratan apa pun.
Sang penyampai pesan juga tidak memberikan alasan secuilpun mengapa itu
semua bisa terjadi.
“Kini semua umat Islam di St. Petersburg
sangat berterima kasih kepada almarhum Soekarno. Kami akan ingat
jasa-jasanya,” ujar Mufti Ja’far Nasibullah yang sudah 31 tahun menjadi
tulang punggung masjid.
“Tanpa Soekarno mungkin masjid indah
yang didirikan 1910 ini sudah hancur sebagaimana masjid dan gereja
lainnya. Semoga Allah SWT memberikan surga tertinggi baginya,” doa sang
Imam dengan mimik yang serius sambil mengangkat kedua tangannya. (M. Aji Surya adalah diplomat Indonesia di KBRI Moskwa, ajimoscovic@gmail.com)