AFPWarga Benghazi menyelamatkan seorang warga AS yang tak sadarkan diri yang diduga adalah Dubes Christopher Stevens.
TRIPOLI, KOMPAS.com - Pihak berwenang Libya sudah menangkap 50 orang lebih sehubungan dengan serangan atas Konsulat Amerika Serikat di Benghazi pekan lalu, yang menewaskan Duta Besar AS.
Dalam serangan itu, tiga staf konsulat Amerika Serikat ikut tewas bersama Duta Besar, Chris Stevens.
Mereka tewas ketika para penyerang -yang membawa senjata api dan roket peluncur granat- membakar gedung konsulat di Benghazi, yang merupakan kota terbesar kedua di Libya setelah ibukota Tripoli.
Ketua sementara Majelis Nasional Libya, Mohamed Magarief, menegaskan kepada stasiun TV Amerika, CBS, bahwa serangan itu tidak diragukan lagi sudah direncanakan lebih dulu.
Magarief menambahkan bahwa sebagian dari yang terlibat dalam serangan Selasa (11/9/2012) malam berasal dari luar Libya.
"Itu direncanakan, jelas, dan direncanakan oleh orang asing, oleh orang yang masuk ke negara ini beberapa bulan lalu dan mereka merencanakan tindakan kriminal tersebut sejak mereka tiba," tuturnya.
Dia menduga bahwa tersangka pelaku serangan berkaitan dengan al-Qaeda atau mungkin para simpatsannya.
Dia tewas dalam serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat di kawasan Waziristan Utara, di dekat perbatasan Pakistan-Afghanistan.
Pernyataan terbaru Magarief ini juga bertentangan dengan pendapat Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Susan Rice, yang sebelumnya mengatakan kepada ABC News bahwa bukti-bukti memperlihatkan serangan itu spontan.
"Seperti terungkap, tampaknya dibajak, katakanlah, oleh beberapa individu dari kelompok ekstrimis yang datang dengan persenjataan berat, senjata yang Anda ketahui pada masa revolusi di Libia cukup biasa dan bisa diperoleh dan dari situlah berkembang," tuturnya kepada ABC News.
Pemerintah Libya awalnya juga sempat menyatakan bahwa serangan merupakan aksi unjuk rasa untuk mengungkapkan kemarahan atas film yang diproduksi di Amerika Serikat yang dianggap menghina Nabi Muhammad.
Mereka tewas ketika para penyerang -yang membawa senjata api dan roket peluncur granat- membakar gedung konsulat di Benghazi, yang merupakan kota terbesar kedua di Libya setelah ibukota Tripoli.
Ketua sementara Majelis Nasional Libya, Mohamed Magarief, menegaskan kepada stasiun TV Amerika, CBS, bahwa serangan itu tidak diragukan lagi sudah direncanakan lebih dulu.
Magarief menambahkan bahwa sebagian dari yang terlibat dalam serangan Selasa (11/9/2012) malam berasal dari luar Libya.
"Itu direncanakan, jelas, dan direncanakan oleh orang asing, oleh orang yang masuk ke negara ini beberapa bulan lalu dan mereka merencanakan tindakan kriminal tersebut sejak mereka tiba," tuturnya.
Dia menduga bahwa tersangka pelaku serangan berkaitan dengan al-Qaeda atau mungkin para simpatsannya.
Balas dendam al-Qaeda?
Dalam pernyataannya, al-Qaeda di semenanjung Arab mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan balas dendam atas matinya salah seorang komandan al-Qaeda, Abu Yahya al-Libi.Dia tewas dalam serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat di kawasan Waziristan Utara, di dekat perbatasan Pakistan-Afghanistan.
Pernyataan terbaru Magarief ini juga bertentangan dengan pendapat Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Susan Rice, yang sebelumnya mengatakan kepada ABC News bahwa bukti-bukti memperlihatkan serangan itu spontan.
"Seperti terungkap, tampaknya dibajak, katakanlah, oleh beberapa individu dari kelompok ekstrimis yang datang dengan persenjataan berat, senjata yang Anda ketahui pada masa revolusi di Libia cukup biasa dan bisa diperoleh dan dari situlah berkembang," tuturnya kepada ABC News.
Pemerintah Libya awalnya juga sempat menyatakan bahwa serangan merupakan aksi unjuk rasa untuk mengungkapkan kemarahan atas film yang diproduksi di Amerika Serikat yang dianggap menghina Nabi Muhammad.
No comments:
Post a Comment