Menjadi pikun dan renta bisa dikatakan sebagai bagian dari proses penuaan yang menjadi siklus hidup setiap manusia. Namun ternyata pikun (demensia) dapat terjadi pada siapa saja dan pada berbagai tingkat usia. Hal ini bisa saya pastikan karena saya adalah salah satu penderita demensia sejak saya remaja.
Dulu, saya bisa puluhan kali kehilangan dompet dan barang berharga. Boleh dikatakan hampir sebulan sekali saya mengalaminya. Berganti puluhan kacamata, beberapa kali kehilangan SIM dan KTP karena selalu saja tertinggal di satu tempat yang saya juga lupa dimana tempatnya. Itu barang-barang yang penting. Akan lebih parah terjadi pada barang-barang yang remeh temeh. Saya sudah sangat terbiasa mengalaminya. Lupa menyimpan kunci, asesoris, kaos kaki, jam tangan, dan aneka pernik-pernik lainnya.
Bukan tanpa alasan bila hingga seumur ini, saya lebih suka menerabas gerimis ketimbang harus membawa payung. Ya, karena jangan harap saya ingat membawa kembali payung itu pulang dengan utuh. Puluhan kali membawa payung, puluhan kali juga saya tidak ingat untuk membawanya pulang kembali. Pernah saya coba, setiap pergi membawa payung yang panjang seperti tongkat, dengan harapan payung itu tak akan tertinggal karena ukurannya yang besar dibanding payung lipat. Meski sangat repot membawa payung jenis ini. Maksudnya sih demi menghindari saya tidak lupa membawa pulang karena besarnya ukuran payung. Ternyata tetap saja cara ini tak cukup ampuh untuk membuat saya ingat. Dan payungpun tetap tertinggal. Parahnya saya pun tak ingat juga dimana saya meninggalkannya, apalagi kalau saya berpindah-pindah mengunjungi beberapa tempat sekaligus. Blass saya lupa.
Dulu, saya punya kebiasaan, meletakkan mukena di tas, yang saya pakai untuk shalat bila saya bepergian. Mukena itu selalu ada didalam tas saya, dan tak pernah saya keluarkan kecuali bila ingin dicuci. Layaknya mushola umum, bila selesai memakai, ada saja orang ingin meminjam mukena kita. Sayapun dengan ikhlas meminjamkannya. Sambil menunggu mukena dipinjam, saya biasanya berdandan sekedar merapikan rambut atau kalau sekarang, saya berkaca membetulkan jilbab saya. Nah, usai berdandan, sering saya langsung ngeloyor pergi terburu-buru. Tak ingat lagi mukena yang saya pinjami masih tertinggal. Dan parahnya, biasanya saya baru ingat mukena itu tertinggal bukan dalam waktu sesaat ketika tiba di rumah. Tapi beberapa hari kemudian, saat saya kembali ingin bepergian. Barulah saya heboh mencari, dan mengingat-ingat di mushola mana saya tinggalkan mukena itu.
Ada lagi satu kejadian lucu, yang sungguh saya tak bisa lupa. Bulan madu saya sempat kacau berantakan lagi-lagi karena penyakit lupa ini. Saat itu saya dan suami pergi berlibur ke kota Malang. Malam sebelum keberangkatan saya sibuk packing, menyiapkan segala sesuatunya. Dan saat tiba dikota tujuan, kami menginap di salah satu hotel di kawasan wisata Batu Malang. Tiba giliran saat suami saya hendak mandi dan berganti baju, ia membongkar tas bawaan kami. Dia sibuk mencari celana panjang untuk menyalin celananya yang kotor. Dan ternyata, tak satupun celana panjangnya terbawa. Saya hanya membawa celana dalamnya dalam jumlah yang cukup berlebih, tanpa ingat membawa celana luarnya, hahahaha…..akhirnya, terpaksa harus membeli. Meski saya bingung kenapa saya hanya ingat celana dalamnya aja yaa…hihihh…Dan yang lebih menjengkelkan, kawasan Batu tahun 1996, masih kawasan wisata yang sepi, tak banyak toko bertebaran disana, hingga menyulitkan untuk membeli celana yang saya cari. Akhirnya untuk sementara, suami sayapun sarungan, agar celana yang satu-satunya ada itu, tetap bersih dan bisa digunakan lagi, hihihi….Tentu saja jadi menyebalkan karena harus ada pengeluaran ekstra untuk membeli barang yang semestinya tak perlu dibeli.
Dan…yang paling mutakhir, kelupaan saya terjadi saat saya hadir di kompasianival. Saya lupa tempat parkir mobil saya. Dari sejak acara berlangsung saya sudah coba mengingat-ingat dimana saya memarkir mobil persisnya. Celakanya lagi kartu masuk parkirnya tertinggal juga didalam mobil. Memang saya sempat melihat ketika di lift saya berada pada gedung parkir dengan kode P2. Tapi letaknya disebelah mana P2 itu yang saya tak ingat. Saya benar-benar sibuk mengingatnya sepanjang acara. Khawatir nanti saya terlalu lama dan berputar-putar mencari. Saya ungkapkan kebingungan saya pada rekan kompasianer lainnya. Bahkan teman yang baik hati itu, sampai ikut bantu mencari dan meng-sms saya apa mobilnya sudah ketemu. Hihih….makasi ya teman….untuk perhatiannya. Akhirnya setelah mengerahkan seluruh daya memori saya, sayapun berhasil menemukan tempat parkir mobil saya itu. Ahh…lega rasanya.
Masih untung juga kartu parkirnya tak ikut hilang karena saat itu tertinggal di mobil. Bukan sekali dua kali juga saya kehilangan kartu parkir kala berkunjung ke mall seperti ini. Lagi-lagi karena saya lupa menyimpannya. Akibatnya betapa sering saya harus mengganti biaya parkir 10 kali lipat dari harga parkir normal. Plus masih harus memperlihatkan STNK asli kepada petugas parkir. Yang lebih parah, pernah juga STNK nya pun lupa terbawa. Bisa dibayangkan bagaiamana paniknya saya. Sudah karcis hilang, STNKnya pun tertinggal dirumah. Akhirnya saya harus menandatangani surat pernyataan yang di sodori petugas parkir, yang isinya menjelaskan saya akan bertanggung jawab secara hukum bila terjadi sesuatu atas surat-surat kendaraan yang tak bisa saya perlihatkan. Duh…betapa merepotkan…
Itulah beberapa kisah menyebalkan saya terkait masalah lupa. Masih banyak kejadian unik dan seru lainnya yang terlalu panjang kalau harus saya ceritakan disini.
Annoying. Sifat pelupa seperti ini sedikit banyak mengganggu aktivitas saya, meski memang saya akhirnya terbiasa menghadapinya. Namun berkali-kali kehilangan barang berharga tentu merepotkan. Seperti KTP, SIM, dan surat-surat penting lainnya. Yang semuanya perlu diurus melewati sederet prosedur birokrasi yang menjemukan. Belum lagi saya menjadi bahan tertawaan teman-teman saya atas sifat pelupa saya ini.
Saya bukan tak pernah mengusahakan penyakit ini pergi dari diri saya. Dulu saking terlalu pelupanya, ibu saya menyuruh saya mengkonsumsi gibolan atau semacam ginko biloba, sejenis suplemen otak yang konon katanya menambah daya ingat. Beberapa bulan sayapun mengkonsumsinya, tapi ternyata tak ada hasil yang menggembirakan, dan saya tetap pelupa.
Saya mencoba mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi. Mengapa bisa di usia muda penyakit lupa yang seharusnya milik orang tua berumur ini bisa di alami. Ternyata dari hasil jelajah maya, saya temukan banyak artikel mengenai sifat pelupa ini.
Makna Demensia
Makna inti dari demensia pada usia muda (young onset dementia) dan demensia pada usia produktif (working onset dementia) adalah timbulnya gejala demensia berupa penurunan kognitif dan memori pada orang dengan usia dibawah 65 tahun. Renta bukanlah karakteristik penderita demensia pada usia muda, justru kebalikannya, pada beberapa orang, demensia terjadi saat mereka merasa pada puncak kehidupannya. Pada umumnya mereka masih aktif bekerja saat diagnosis dinyatakan. Secara fisik mereka adalah orang yang fit dan aktif.
Bisa juga ini diindikasi sebagai bentuk gejala awal penyakit yang disebut Alzhaimer. Alzheimer bukan penyakit yang menular, melainkan merupakan penyakit dengan karakter yang menyerang pada sel–sel otak, sehingga otak tampak mengeruk dan mengecil.
Gejala dan Tanda Demensia
Beberapa tanda dan gejala dari demensia diantaranya,
- Menurunnya daya ingat adalah tanda penting dari demensia. Pada kondisi normal kita terkadang lupa meletakkan kunci ataupun kacamata, namun segera dapat kita temukan kembali tanpa respon yang berlebihan. Pada penderita demensia, kasus “lupa” ini menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
- Penderita demensia pada usia muda yang masih aktif bekerja seringkali melakukan kesalahan dalam jadwal kerja. Sekalipun semua jadwal sudah tertulis dalam agenda kerja.
- Mengalami gangguan orientasi waktu dan tempat. Seorang dengan demensia dapat dengan tiba-tiba terlupa kemana mereka akan pergi dan sedang berada dimana saat itu, terkadang mereka tersesat di jalan yang setiap harinya mereka lalui.
- Ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
- Menunjukkan ekspresi berlebihan. Seperti menangis berlebihan saat menonton drama dan bisa sangat marah besar atas kesalahan kecil yang dilakukan orang lain. Yang seringkali mereka sendiri tak mengerti mengapa perasaan-perasaan itu muncul.
Diluar itu, selain faktor usia, masih banyak faktor yang dapat menurunkan fungsi memori. Faktor-faktor itu antara lain genetik, hormon, penyakit-penyakit yang terkait dengan penuaan, gangguan neurologis seperti stroke, kanker, efek samping beberapa jenis obat, stres, gangguan tidur, pola makan dan gizi, alkohol, kurang olahraga, kurang stimulasi intelektual, merokok, penggunaan obat terlarang.
Jadi jangan anggap remeh kebiasaan lupa anda. Atasi sedini mungkin, dengan menghindari pemicunya. Lebih dari itu mengoptimalkan fungsi otak dengan melatihnya untuk lebih fokus mengingat sesuatu adalah resep yang sejauh ini ampuh bagi saya. Lebih aman juga daripada harus mengkonsumsi obat-obatan yang bisa saja membuat kita ketergantungan.
Last but not least, selain itu, ada satu motivasi kuat yang memaksa saya bertekad sembuh dari penyakit pikun dini ini. Itu karena Tuhan menganugrahi saya seorang suami yang juga amat sangat pelupa. Adalah konyol jika kita berdua sampai dijuluki couple of demensia…..hahhaha….yang bisa sampai lupa menjemput kembali anak kami yang sedang bermain di playground, hanya karena kita berdua sama-sama pelupa, hihihh….ampuuuunn…jangan sampe deh…:))
.
.
Selamat berlibur….Salam tidak pelupa….
.
Sumber tulisan disini
No comments:
Post a Comment