Dandanan mentereng, rumah, dan mobil mewah agaknya sudah menjadi gaya
hidup para pejabat saat ini. Masyarakat pun kembali merindukan
figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk dijadikan teladan.
Suatu
hari, di tahun 1950, Wakil Presiden Muhammad Hatta pulang ke rumahnya.
Begitu menginjakkan kaki di rumah, ia langsung ditanya sang istri, Ny
Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang
Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.
Pantas saja hal
itu ditanyakan, sebab, Ny Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit yang
diidam-idamkannya akibat pengurangan nilai mata uang itu. Padahal, ia
sudah cukup lama menabung untuk membeli mesih jahit baru. Tapi, apa kata
Bung Hatta?
"Sunggguhpun saya bisa percaya kepadamu,
tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita
rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi,
ya?" jawab Bung Hatta.
Kisah mesin jahit itu merupakan
salah satu contoh dari kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta
(1902-1980) dan keluarganya. Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat
dan suka menabung. Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk
keperluan sehari-hari dan membantu orang yang memerlukan.
Saking
mepetnya keuangan Bung Hatta, sampai-sampai sepasang sepatu Bally pun
tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Tidak bisa dibayangkan,
seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa
membeli sepasang sepatu. Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu
Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.
Bung
Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan
kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18 November 1945.
Saat itu, ia berumur 43 tahun. Apa yang dipersembahkan Bung Hatta
sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang dikarangnya
sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.
Setelah
mengundurkan diri dari jabatan Wapres pada tahun 1956, keuangan
keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang didapatkannya amat
kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," Ny Rahmi
menceritakan, Bung Hatta pernah marah ketika anaknya usul agar keluarga
menaruh bokorsebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.
Ny
Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima rekening
listrik yang tinggi sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan pensiun
saya?" kata Bung Hatta. Bung Hatta mengirim surat kepada Gubernur DKI
Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar rekening listrik.
Akan tetapi, Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh biaya listrik dan
PAM keluarga Bung Hatta.
Bung Hatta adalah pendiri
Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal. Di
balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati. Sifat
kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa. Musisi Iwan Fals
mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung
Hatta".
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkapal doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu
No comments:
Post a Comment